TUGAS MANDIRI
MANAJEMEN PERBANKAN ISLAM
PEMBIAYAAN IJARAH DAN IMBT
DISUSUN OLEH
DARMAWATI
10916005224
PEMBIMBING
DICKI HARTANTO
JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “PEMBIAYAAN IJARAH DAN IMBT”
Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian Pembiayaan Ijarah dan IMBT, Perbedaan Ijarah dan Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT), Dasar Hukum Ijarah, Solusi pembiayaan ijarah muntahiyah bi tamlik (IMBT) berbasis dinar .
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan
informasi kepada kita semua tentang Pembiayaan
Ijarah dan IMBT saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir
kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Pekanbaru 12 Juni 2012
Disusun
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar belakang
Dalam kehidupan sehari – hari,
masyarakat memiliki kebutuhan – kebutuhan yang harus dipenuhi baik kebutuhan
primer, sekunder maupun tersier. Ada kalanya masyarakat tidak memiliki cukup
dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karenanya, dalam perkembangan
perekonomian masyarakat yang semakin meningkat muncullah jasa pembiayaan yang
ditawarkan oleh lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank.
Lembaga perbankan merupakan salah
satu aspek yang diatur dalam syariah Islam, yakni bagian muamalah sebagai
bagian yang mengatur hubungan sesama manusia. Pengaturan lembaga perbankan
dalam syariah Islam dilandaskan pada kaidah dalam ushul fiqih yang menyatakan
bahwa “ maa laa yatimm al – wajib illa bihi fa huwa wajib “, yakni
sesuatu yang harus ada untuk menyempurnakan yang wajib, maka ia wajib diadakan.
Mencari nafkah (yakni melakukan kegiatan ekonomi) adalah wajib diadakan. Oleh
karena pada zaman modern ini kegiatan perekonomian tidak akan sempurna tanpa
adanya lembaga perbankan, maka lembaga perbankan ini pun menjadi wajib untuk
diadakan
Lembaga pembiayaan merupakan salah
satu fungsi bank, selain fungsi menghimpun dana dari masyarakat. Fungsi inilah
yang lazim disebut sebagai intermediasi keuangan (financial intermediary
function). Hal ini diatur dalam pasal 1 ayat (1) UU No.7 Tahun 1992 tentang
Perbankan.
Pembiayaan dikucurkan melalui dua
jenis bank, yaitu Bank Konvensional maupun Bank Syariah. Sistem bunga yang
diterapkan dalam perbankan konvensional telah mengganggu hati nurani umat Islam
di dunia tanpa kecuali umat Islam di Indonesia. Bunga uang dalam fiqih
dikategorikan sebagai riba yang demikian merupakan sesuatu yang dilarang oleh
syariah (haram). Alasan mendasar inilah yang melatarbelakangi lahirnya lembaga
keuangan bebas bunga, salah satunya adalah Bank Syariah.
B.Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pembiayaan Ijarah Dan IMBT Pada Bank Syariah
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Pembiayaan Ijarah dan IMBT
Al-Ijarah
berasal dari kata Al – Ajru yang berarti Al’Iwadhu atau berarti ganti. Dalam
Bahasa Arab, Al-Ijarah
diartikan sebagai suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian
sejumlah uang. Definisi mengenai prinsip Ijarah juga telah diatuir dalam hukum
positif Indonesia yakni dalam Pasal 1 ayat 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/46/PBI/2005 yang mengartikan prinsip ijarah sebagai “ transaksi sewa –
menyewa atas suatu barang dan atau upah – mengupah atas suatu usaha jasa dalam
waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa. ”
1.
Ijarah adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna
(manfaat) atas suatu barang dalam waktu
tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara perusahaan pembiayaan
sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) tanpa
didikuti pengalihan kepemilikan barang itu sendiri
2.
Ijarah adalah akad antara bank (mu’ajjir) dengan
nasabah (mutta’jir) untuk menyewa suatu barang/objek sewa milik bank dan
bank mendapat imbalan jasa atas barang yang disewanya, dan diakhiri dengan
pembelian obyek sewa oleh nasabah.
Landasan syariah akad ini adalah
fatwa DSN-MUI No.09 /DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan Ijarah.
Pada dasarnya ijarah didefinisikan
sebagai hak untuk memanfaatkan barang atau jasa dengan membayar imbalan
tertentu. Menurut Fatwa Dewan Syarah Nasional No.09/DSN/MUI/IV/2000, Ijarah
adalah akad pemindahan hak guna (manfaat ) atas
suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri, dengan demikian dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya pemindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.
suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri, dengan demikian dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya pemindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.
Dalam kegiatan perbankan Syariah
pembiayaan melalui Ijarah dibedakan menjadi dua yaitu:
1.
Didasarkan atas periode atau masa sewa biasanya sewa
peralatan.Peralatan itu disewa selama masa tanam hingga panen. Dalam perbankan
Islam dikenal sebagai Operating Ijarah.
2.
Ijarah Muntahiyyah Bit-Tamlik di beberapa negara menyebutkan
sebagai Ijarah Wa Iqtina yang artinya sama juga yaitu sama juga yaitu menyewa
dan setelah itu diakuisisi oleh penyewa ( finance lease ).
Dalam hal penggunaan prinsip syariah
pada pembiayaan ijarah. Ijarah adalah akad sewa menyewa, sedangkan pembiayaan
ijarah adalah perjanjian untuk membiayai kegiatan sewa menyewa. Pada ijarah,
bank hanya wajib menyediakan aset yang disewakan, baik aset itu miliknya atau
bukan miliknya. Yang penting adalah bank mempunyai hak pemanfaatan atas aset
yang kemudian disewakannya. Fatwa DSN tentang ijarah ini kemudian diadopsi
kedalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 59 yang menjelaskan bahwa
bank dapat bertindak sebagai pemilik objek sewa, dan bank dapat pula bertindak
sebagai penyewa yang kemudian menyewakan kembali (para 129). Namun tidak
seluruh fatwa DSN diadopsi oleh PSAK 59, misalnya fatwa DSN mengatur bahwa
objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa; sedangkan
PSAK 59 hanya mengakomodir objek ijarah yang berupa manfaat dari barang. Pada
pembiayaan ijarah, bank berkedudukan sebagai penyedia uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu dalam rangka penyewaan barang berdasarkan prinsip
ijarah. Mengikuti penjelasan ijarah dalam PSAK 59, maka pembiayaan ijarah dapat
digunakan untuk membiayai penyewaan barang yang kemudian disewakannya kembali
kepada nasabah, dan dapat pula digunakan untuk membiayai pembelian barang yang
kemudian disewakannya kepada nasabah.
Ijarah Muntahia Bittamlik/ IMBT
(sewa dan pembelian) adalah perjanjian antara perusahaan pembiayaan (Muajjir)
dengan konsumen sebagai penyewa.(Mustajir). Penyewa setuju akan membayar uang
sewa selama masa sewa yang diperjanjikan dan bila sewa berakhir perusahaan
(muajjir) mempunyai hak opsi untuk memindahkan kepemilikan obyek sewa tersebut.
Dalam Ijarah Muntahia Bittamlik, pemindahan hak milik barang
terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut ini :
1.
.Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang
disewakan tersebut pada akhir masa sewa
2.
Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang
disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
Pilihan untuk menjual barang diakhir
masa sewa (alternatif 1) biasanya diambil bila kemampuan financial penyewa
untuk membayar sewa relative kecil. Karena sewa yang dibayarkan relative kecil,
akumulasi nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir periode sewa belum
mencukupi harga beli barang tersebut dan margin laba yang diotetapkan oleh
bank. Karena itu, untuk mengurangi kekurangan tersebut, bila pihak penyewa
ingin memiliki barang tersebut, ia harus membeli barang itu di akhir periode. Pilihan
untuk menghibahkan barang di akhir periode mas sewa (alternative 2) biasanya
diambil bila kemampuan financial penyewa untuk membayar sewa relative lebih besar.
Karena sewa yang dibayarkan relative besar, akumulasi sewa di akhir periode
sewa sudah mencukupi untuk menutupi harga barang dan margin laba yang
ditetapkan oleh bank. Dengan demikian, bank dapat menghibahkan barang tersebut
di akhir masa periode sewa kepada pihak penyewa.
Pada aal-Bai’ wal Ijarah Muntahia
Bittamlik (IMBT) dengan sumber pembiayaan dari Unrestricted Investment Account
(URIA), pembayaran oleh nasabah dilakukan secara bulanan. Hal ini disebabkan
karena pihak bank harus mempunyai cash in setiap bulan untuk memberikan bagi
hasil kepada nasabah yang dilakukan secara bulanan juga. Yang jelas pembiayaan
IMBT adalah penyediaan uang untuk membiayai transaksi dengan prinsip IMBT,
bukan akad IMBT itu sendiri.
3.
Perbedaan Ijarah dan Ijarah Muntahia
Bittamlik (IMBT)
Perbedaan antara pembiayaan
Murabahah dan IMBT dapat dilihat dari aspek :
1.
Aspek akad Dari sisi akad, antara pembiayaan Murabahah dan
IMBT terlihat jelas mengandung perbedaan. Pembiayaan murabahah menggunakan akad
jual-beli (al-ba’i). Oleh karena itu, syarat dan rukun jual-beli dalam
pembiayaan Murabahah harus terpenuhi. Sedangkan dalam pembiayaan IMBT digunakan
akad sewa menyewa yang prakteknya disertai wa’ad (janji) dari pihak yang
menyewakan untuk memindahkan kepemilikan barang disewakan kepada pihak penyewa.
Begitu pula dalam pembiayaan IMBT, syarat dan rukun sewa juga harus terpenuhi
di dalamnya. MBT yang secara harfiah berarti sewa yang diakhiri dengan
kepemilikan mensyaratkan perpindahan hak milik ada di akhir akad.
2.
Aspek relasi antar pihak
Sedangkan dari sisi relasi antar pihak
yang melakukan akad, dalam pembiayaan murabahah hubungan yang terjalin antara
pihak bank syariah dengan nasabah adalah hubungan antara penjual dan pembeli.
Sedangkan dalam pembiayaan IMBT, hubungan yang terjalin antara pihak bank
syariah dengan nasabah adalah hubungan antara pihak yang menyewakan dan pihak
penyewa.
3.
Aspek perpindahan kepemilikan
Adapun dari aspek perpindahan kepemilikan, dalam pembiayaan murabahah
perpindahan kepemilikannya terjadi di awal akad. Misal, pihak bank syariah
melakukan transaksi jual-beli rumah dengan nasabah. Berarti sejak awal akad
(kontrak), rumah tersebut telah menjadi hak milik nasabah. Dalam hal ini,
nasabah diberi kelonggaran oleh bank syariah melakukan pembayaran secara
angsuran sesuai dengan periode waktu yang disepakati. Sedangkan dalam
pembiayaan IMBT, pelaksanaan perpindahan kepemilikan terjadi di akhir kontrak
(akad), di mana bank syariah selaku pihak yang menyewakan berjanji untuk
memindahkan kepemilikan kepada nasabah.
4.
Aspek risiko yang timbul.
Dari sisi risiko yang timbul, dalam pembiayaan Murabahah besaran
pembayaran yang dilakukan oleh nasabah mulai dari awal sampai akhir jumlahnya
sama (fix). Dari sisi risiko, pihak bank syariah dan pihak nasabah tidak
dibebani oleh fluktuasi margin murabahah seperti yang terjadi dalam suku bunga
di industri perbankan konvensional. Lain halnya dengan IMBT, margin yang
diperoleh pihak bank syariah berupa biaya sewa yang dibebankan kepada nasabah.
Dalam hal ini, bank syariah dapat mereveiw margin sewa yang berjalan sesuai
dengan kondisi makro keuangan di pasar. Akibatnya, risiko yang muncul dalam
pembiayaan IMBT memungkinkan adanya fluktuasi cicilan sewa yang dibayarkan oleh
nasabah.
5.
Dasar Hukum Ijarah
1.
Al- Qur’an
“Dan
jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada
Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.(QS.al-Baqarah:233)
1.
Al-Hadits
“Berikanlah
upah kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum kering keringat mereka”.(HR. Abu Ya’la, Ibnu Majah,
at-Thabrani dan Tirmidzi)
Rukun Ijarah
1. Mu’jar(orang/barang yang
disewa)
2. Musta’jir (orang yang
menyewa)
3. Sighat (ijab dan qabul)
4. Upah dan manfaat.
Syarat Ijarah
1.
Kedua orang yang berakad harus baligh dan berakal
2.
Menyatakan
kerelaannya untuk melakukan akad ijarah
3.
Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui secara
sempurna
4.
Objek ijarah boleh diserahkan dan dipergunakan secara
langsung dan tidak bercacat
5.
Objek ijarah sesuatu
yang dihalalkan oleh syara’ dan merupakan sesuatu yang bisa disewakan
6.
Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa
7.
Upah/sewa dalam akad
harus jelas, tertentu dan sesuatu yang bernilai harta.
Objek
Ijarah
Objek ijarah adalah berupa barang modal yang memenuhi ketentuan, antara lain:
1.
objek ijarah merupakan milik dan/atau dalam penguasaan
perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (muajjir);
2.
manfaat objek ijarah harus dapat dinilai;
3.
manfaat objek ijarah harus dapat diserahkan penyewa (musta’jir);
4.
pemanfaatan objek ijarah harus bersifat tidak dilarang
secara syariah (tidak diharamkan);
5.
manfaat objek ijarah harus dapat ditentukan dengan jelas;
6.
spesifikasi objek ijarah harus dinyatakan dengan jelas,
antara lain melalui identifikasi fisik, kelayakan, dan jangka waktu
pemanfaatannya.
Sifat dan Hukum Akad Ijarah
Para ulama Fiqh berbeda pendapat tentang sifat akad ijarah, apakah bersifat
mengikat kedua belah pihak atau tidak. Ulama Hanafiah berpendirian bahwa akad
ijarah bersifat mengikat, tetapi boleh dibatalkan secara sepihak apabila
terdapat uzur dari salah satu pihak yang berakad, seperti contohnya salah satu
pihak wafat atau kehilangan kecakapan bertindak hukum. Apabila salah seorang
yang berakad meninggal dunia, akad ijarah batal karena manfaat tidak boleh
diwariskan.
Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa akad ijarah itu bersifat mengikat,
kecuali ada cacat atau barang itu tidak boleh dimanfaatkan. Apabila seorang
yang berakad meninggal dunia, manfaat dari akad ijarah boleh diwariskan karena
termasuk harta dan kematian salah seorang pihak yang berakad tidak membatalkan
akad ijarah.
Berakhirnya Akad Ijarah
1. Objek hilang atau musnah,
2. Tenggang waktu yang disepakati dalam akad
ijarah telah berakhir,
3. Menurut ulama Hanafiyah, wafatnya seorang
yang berakad.
4. Menurut ulama Hanafiyah, apabila ada uzur dari
salah satu pihak seperti rumah yang disewakan
disita Negara karena terkait utang yang banyak, maka akad ijarah batal. Akan
tetapi, menurut jumhur ulama uzur yang boleh membatalkan akad ijarah hanyalah
apabila obyeknya cacat atau manfaat yang dituju dalam akad itu hilang, seperti
kebakaran dan dilanda banjir.
Aplikasi Ijarah di Lembaga Keuangan Syariah
Bank-bank Islam yang mengoperasikan produk ijarah, dapat melakukan leasing,
baik dalam bentuk operting lease maupun financial lease. Akan
tetapi, pada umumnya bank-bank tersebut lebih banyak menggunakan Ijarah
Muntahiya bit-Tamlik, karena lebih sederhana dari sisi pembukuan. Selain
itu, bank pun tidak direpotkan untuk mengurus pemeliharaan aset, baik pada saat
leasing maupun sesudahnya.
7.
SOLUSI PEMBIAYAAN IJARAH MUNTAHIYAH BI TAMLIK (IMBT) BERBASIS DINAR
Ijarah Muntahiyah BitTamlik (IMBT)
adalah salah satu solusi pembiayaan Islam bagi orang yang membutuhkan suatu
barang namun belum memiliki dana yang cukup, bahkan untuk membeli secara
angsuran-pun tabungannya belum mencukupi untuk membayar uang muka. Tetapi Dia
juga tidak mau untuk menyewa; karena menyewa ini seperti uang hilang bagi nya–
berapa lama-pun Dia menyewa – Dia tidak bisa memiliki barang yang Dia sewa
tersebut seperti kepemilikan rumah, atau kendaraan.
IMBT merupakan solusi karena dengan
menyewa secara bulanan seperti menyewa barang pada umumnya tetapi pada akhir
periode sewa yang disepakati – pihak yang menyewakan memindahkan kepemilikan
kendaraan tersebut kepada penyewa. Pemindahan kepemilikan ini bisa dengan jual
beli (pada nilai buku yang sudah sangat rendah pada akhir masa kontrak) atau
bahkan dengan hibah saja. Saya sendiri cenderung option yang kedua yaitu
hibah – karena melalui hibah inilah solusi pembiayaan secara Islami ini nampak
keindahan dan keunggulannya dibandingkan solusi ribawi yang biasanya diwarnai
dengan ancaman bunga, denda atau penalty dan perbagai istilah lain yang
tidak bersahabat.
Namun, walaupun pembiayaan IMBT
merupakan salah satu solusi kepemilikan suatu barang, bukan berarti pembiayaan
IMBT tidak mengandung resiko kerugian. Kerugian bisa terjadi kepada pihak bank
yang memberikan pembiayaan. Kemungkinan kerugian bisa terjadi ketika pembelian
rumah dilakukan sebelum masa sewa berakhir, karena pendapatan yang diperoleh
lebih kecil dari pada uang yang sudah dikeluarkan pada saat membeli suatu
barang. Kecuali pada saat pembelian dilakukan sebelum masa sewa berakhir, pihak
pembeli tetap melunasi biaya sewa-menyewa. Namun, solusi ini pun
merugikan pihak pembeli sehingga perlu dijelaskan di dalam kontrak yang
menjelaskan suatu skenario perhitungan apabila pihak pembeli melakukan
pembelian rumah yang dimiliki bank lebih cepat dari jangka waktu sewa yang
disepakati.
Dari sisi keuangan, akad IMBT ini
secara relatif cenderung memiliki potensi yang merugikan salah satu pihak. Bank
memiliki kemungkinan kerugian yang lebih besar dari pada konsumen. Harga sewa
akan cenderung mengalami peningkatan seiring dengan berjalannya waktu. Namun,
harga sewa dalam akad IMBT ini sudah disepakati secara tetap di awal transaksi.
Dari sisi harga, harga jual pada
saat akhir periode sewa yang sudah ditentukan di awal pun berpotensi memiliki
perbedaan prediksi, yaitu harga jual yang disepakati lebih kecil dari pada
harga pasar. Hal ini pun dapat merugikan bank penerbit pembiayaan akad IMBT
ini.
Sebagai solusi dari permasalahan
ini, penulis menawarkan pembiayaan IMBT dengan menggunakan nilai Dirham Emas
karena nilainya yang stabil dari pada uang kertas yang nilainya menurun
sehingga bisa menimbulkan ketidakadilan bagi pihak yang memberikan pembiayaan
dalam hal ini pihak bank.
Asumsinya MR. A membutuhkan Mobil
Kijang baru untuk mobilitas pekerjaannya; harga Kijang baru Type G manual
sekarang Rp 228,300,000 on the road atau setara 163 Dinar. Bila MR. A
menyewa dalam bentuk kontrak sewa biasa mobil tersebut dalam kondisi baru
perbulannya sekarang sekitar Rp 7.5 juta- Rp 8 juta tergantung kelengkapan.
Bila MR. A membeli secara angsuran, Uang Muka – nya Rp 45,660,000 (belum
termasuk asuransi dan administrasi) dan angsuran bulanan untuk tiga tahun
adalah Rp 6,252,900/bulan.
Dalam konsep IMBT berbasis
Dinar, Pihak yang menyewakan akan membeli mobil tersebut penuh
dengan uangnya sendiri senilai 163 Dinar. Kemudian menyewakannya kepada MR. A
per bulannya sebesar 5.71 Dinar/bulan misalnya atau dengan harga Dinar
saat ini kurang lebih setara Rp 8 juta. Nampak bahwa besaran sewa masih
dikisaran biaya sewa yang wajar untuk mobil tersebut – ini prasyarat agar IMBT
yang tentu saja syar’i ini tetap menarik bagi penyewa.
Dengan pola biaya sewa bulanan 5.71
Dinar; pihak yang menyewakan sudah akan menerima kembali modal pada bulan yang
ke 29. Keuntungan dalam bentuk Dinar insyallah akan diperolehnya mulai bulan ke
30 sampai akhir masa sewa bulan ke 36. Keuntungan sekitar 42.35 Dinar atau
sekitar 26 % dalam 3 tahun ini cukup bagi pihak yang menyewakan, sehingga
bersamaan dengan itu Pihak yang menyewakan dapat menghibahkan kendaraannya
kepada si Penyewa.
Karena akumulasi penerimaan uang
sewa sampai akhir periode tetap dalam bentuk Dinar yaitu sebesar 205.42 Dinar,
maka akumulasi uang sewa inipun akan cukup untuk membeli mobil baru sejenis
saat itu – dan menyisakan keuntungan tersebut diatas.
Keadaan seperti diatas tidak mudah
diterapkan dengan uang kertas Rupiah karena dengan tingkat keuntungan 26% dalam
3 tahun – yang menyewakan akan menerima kerugian karena menurunnya daya
beli – sehingga, jangankan bisa menghibahkan, untuk menjual murah seharga nilai
buku-pun pihak yang menyewakan belum tentu mau. Pada akhir periode dana yang
terkumpul tidak cukup untuk membeli mobil baru – dan baru cukup dan ada
untungnya bila mobil bekas tetap menjadi milik yang menyewakan.
Yang perlu diketahui oleh Penyewa
adalah karena dia akan membayar sewa menggunakan Dinar, dia perlu
mengantisipasi dan menyesuaikan kemampuannya untuk membayar dalam Dinar ini –
karena kemungkinan besarnya harga Dinar terus naik selama periode sewa.
Pembiayaan IMBT dengan menggunakan
nilai Dinar saat ini sudah digunakan oleh GeraiDinar atau Koperasi BMT Daarul
Muttaqiin dan baru terbatas hanya untuk anggotanya, inipun dengan syarat
yang ketat. Namun demikian, mereka membuka diri bagi pihak perbankan/lembaga
pembiayaan maupun para Koperasi/BMT, yang ingin melakukan kerjasama untuk
pengembangan produk IMBT berbasis Dinar ini – agar layanan ini bisa available
untuk masyarakat yang lebih luas.
BAB
III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Akad Ijarah Muntahiyah BitTamlik
(IMBT) merupakan akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau
manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi
pemindahan kepemilikan barang kepada pihak penyewa yaitu nasabah. Pemindahan
kepemilikan bisa dilakukan dengan opsi jual beli atau dengan opsi hibah.
Pembiayaan IMBT ini merupakan solusi
pembiayaan bagi orang yang membutuhkan bahkan ingin memiliki suatu barang namun
belum memiliki dana yang cukup. Walaupun demikian, pembiayaan IMBT ini
mengandung kemungkinan resiko kerugian baik bagi penyewa maupun bagi pihak yang
menyewakan.
Kemungkinan kerugian bisa terjadi
ketika pembelian barang yang disewakan dilakukan sebelum masa sewa berakhir,
karena pendapatan yang diperoleh lebih kecil dari pada uang yang sudah
dikeluarkan pada saat membeli suatu barang. Kecuali pada saat pembelian
dilakukan sebelum masa sewa berakhir, pihak pembeli tetap melunasi biaya
sewa-menyewa. Namun, solusi ini pun merugikan pihak pembeli sehingga
perlu dijelaskan di dalam kontrak.
Dari sisi keuangan, akad IMBT secara
relatif cenderung memiliki potensi yang merugikan salah satu pihak. Bank
memiliki kemungkinan kerugian yang lebih besar dari pada konsumen. Harga sewa
akan cenderung mengalami peningkatan seiring dengan berjalannya waktu. Namun,
harga sewa dalam akad IMBT ini sudah disepakati secara tetap di awal transaksi.
Dari sisi harga, harga jual pada
saat akhir periode sewa yang sudah ditentukan di awal pun berpotensi memiliki
perbedaan prediksi, yaitu harga jual yang disepakati lebih kecil dari pada
harga pasar. Hal ini pun dapat merugikan bank penerbit pembiayaan akad IMBT
ini.
Solusi yang ditawarkan adalah
pembiayaan IMBT berbasis nilai Dirham Emas karena nilainya yang stabil dari
pada uang kertas yang nilainya terus menurun. Sehingga dengan menggunakan nilai
Dinar pembiayaan IMBT bisa menjadi lebih indah dan adil.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan,
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006.
2.
Arisson Hendry, et al., Perbankan Syari’ah Perspektif
Praktisi, Muamalat Institute, Jakarta, 1999.
3.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 09/DSN-MUI/IV/2000
tentang Pembiayaan Ijarah. Lihat dalam Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional
Untuk Lembaga Keuangan Syariah, Edisi Pertama, 2001, DSN-MUI, BI,
4.
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori
ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press dan Tazakia Cendikia, 2001.
5.
Musyaiqih, Syaikh Kholid bin Ali. Al Ijarah al Muntahia
bit Tamlik. Zaid bid Tsabit Center. Terjemahan Eko Mas Muri. 2009. Direktori-islam.com
7.
http://209.85.175.104/search?q=cache:gx14whVzNu0J:www.pkesinteraktif.com/content/view/2804/907/lang,id/+pembiyaan+IMBT&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=id